PAI

BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.
Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua , dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik didalam maupun diluar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman- temannya secara baik dan bijak.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.








BAB II
RUMUSAN MASALAH
1.        Apa pengertian evaluasi pembelajaran ?
2.        Mengapa adanya evaluasi pembelajaran ?
3.         Apa jenis evaluasi pembelajaran ?
Dari beberapa permasalahan tersebut diatas yang akan diangkat dan dibahas dalam makalah ini adalah sejauh mana manfaat adanya evaluasi pembelajaran dalam proses pembelajaran ?


















BAB III
PEMBAHASAN
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi. Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran.
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.
1.        Jenis Evaluasi Berdasarkan Tujuan
a.         Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
b.        Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
c.         Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.

d.        Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.
e.         Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan bekerja siswa.
2.        Jenis Evaluasi Berdasarkan Sasaran
a.         Evaluasi Konteks
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan
b.        Evaluasi Input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c.         Evaluasi Proses
Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
d.        Evaluasi Hasil Atau Produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.
e.         Evaluasi Outcom Atau Lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.



3.        Jenis Evalusi Berdasarkan Lingkup Kegiatan Pembelajaran

a.         Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang lain.
b.        Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
c.         Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.

4.        Jenis Evaluasi Berdasarkan Objek Dan Subjek Evaluasi

a.         Berdasarkan Objek
Ø  Evaluasi Input
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.
Ø  Evaluasi Transformasi
Evaluasi terhadao unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain materi, media, metode dan lain-lain.
Ø  Evaluasi output


5.        Evaluasi Terhadap Lulusan Yang Mengacu Pada Ketercapaian Hasil Pembelajaran Berdasarkan Subjek

a.         Evaluasi internal
 yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.
b.        Evaluasi eksternal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.
Sesuai dengan pengertian evaluasi, sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan beberapa instrumen dan hasilnya, dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Artinya, dalam mengambil langkah untuk melaksanakan evaluasi, tentunya diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu objek dengan terus menerus diadakan instrumen-instrumen yang kemudian dengan hasil instrumen tersebut diharapkan akan memperoleh sebuah kesimpulan.
Pelaksanaan evaluasi demikian sesuai dengan anjuran baginda Rosulullah dalam sabda Beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut :
Yang rtinya : “ dari Ismail bin Roja’ dari bapaknya dari abu sa’id dan qois bin muslim dari thoriq bin syihab dari abu sa’id al khudri berkata : Rosulullah saw bersabda : barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya apabila belum bisa, maka dengan lidahnya, apabila belum juga bisa maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. HR. Imam Muslim.
Hadits diatas memperjelas kita tentang bagaimana terjadinya beberapa instrument-instrumen evaluasi. Evaluasi dilaksanakan hendaknya berulang-ulang. Sampai pada tingkat yang paling rendah misalnya dalam sebuah evaluasi belajar adalah adanya remidi yang notabene dari pelaksanaan remidi tersebut diharapkan dapat membuahkan hasil pada peserta didik walaupun tingkat/kadar soal yang disampaikan diturunkan kwalitasnya.
Manfaat dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran pada beberapa hal, diantaranya yang penting ádalah:
1.        memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah      berlangsung/dilaksanakan pengajar,
2.        membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran, dan
3.        meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya meningkatkan kualitas keluaran.
Dengan dilaksanakan evaluasi pembelajaran, maka tujuan, sasaran, subjek, objek, kegiatan dan hasil pembelajaran dapat diketahui secara maksimal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Serta sebagai bukti bahwa pelaksanaan pembelajaran sudah sampai batas akhir dari sebuah periode pembelajaran.




BAB IV
KESIMPULAN
Evaluasi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen-instrumen yang bertujuan untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru serta untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik.
Manfaatnya adalah untuk memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah berlangsung/dilaksanakan pengajar, membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran, dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya meningkatkan kualitas keluaran, yang dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan beberapa evaluasi dengan didasarkan kepada sebuah tujuan, sasaran, subjek, objek, kegiatan dan hasil pembelajaran.



























DAFTAR KEPUSTAKAAN
Sagala,Syaiful.Administrasi Pendidikan Kontemporer. (Bandung: Alfabeta, 2005),h.63
Tim PEKERTI-AA PPSP LPP
Universitas Sebelas Maret, Panduan Pengembangan Kurikulum, (Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan Univ. 11 Maret, 2007, cet. I), hal. 5

pendidikan


BAB I
Pendahuluan

Indonesia dapat dipromosikan menjadi laboratorium hidup Pendidikan Inklusif. Hal ini dilatarbelakangi oleh keragaman budaya, bahasa, agama, dan kondisi alam yang terfragmentasi secara geologis dan geografis. "Indonesia adalah laboratorium terbesar dan paling menarik untuk menghadapi permasalahan dan tantangan pendidikan inklusif, karena inilah negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 buah. Pendidikan inklusif bukan hanya ditujukan untuk anak-anak cacat atau ketunaan, melainkan juga bagi anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS, anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak korban bencana alam. "Anak-anak ini semua membutuhkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Anak-anak tersebut dalam paradigma pendidikan inklusif disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.







BAB II
Pembahasan

A.           Aspek-aspek penting dalam Pendidikan Inklusif
Sebelum membahas aspek-aspek penting dalam pendidikan inklusif, terlebih dahulu penulis perlu memberikan gambaran tentang konsep dasar ABK yang dibahas dalam makalah ini. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah mereka yang mempunyai kebutuhan, baik permanen maupun sementara, yang disebabkan oleh kondisi sosial-emosi, dan/atau, kondisi ekonomi dan/atau, kondisi politik dan/atau, kelainan bawaan maupun yang didapat kemudian. Dengan kata lain, kita tidak hanya membicarakan kelompok minoritas yang disebabkan oleh kelainan saja, tetapi mencakup sejumlah besar anak yang sekolah. Oleh karenanya, sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus. Mengubah sekolah atau kelas tradisional menjadi inklusif, ramah terhadap pembelajaran merupakan suatu proses dan bukan suatu kejadian tiba-tiba. Proses ini tidak akan terjadi dalam sehari, karena memerlukan waktu dan kerja kelompok.
Selanjutnya aspek-aspek penting yang harus diperhatiakan dalam menyelenggarakan sekolah yang inklusif adalah:
1.      Guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam. Peningkatan kemampuan ini dapat kita lakukan dengan berbagai cara, seperti: pelatihan, tukar pengalaman, lokakarya, membaca buku, dan mengeksplorasi/menggali sumber lain, kemudian mempraktekkannya di dalam kelas.
2.      SEMUA anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya, seperti yang ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani semua pemerintah di dunia.
3.      Guru menghargai semua anak di kelas, guru berdialog dengan siswanya; guru mendorong terjadinya interaksi di antara anak-anak; guru mengupayakan agar sekolah menjadi menyenangkan; guru mempertimbangkan keragaman di kelasnya; guru menyiapkan tugas yang disesuaikan untuk anak; guru mendorong terjadinya pembelajaran aktif untuk semua anak.
4.      Dalam lingkungan pembelajaran yang inklusif, setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Mereka yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif, sensitif terhadap semua budaya, serta relevan dengan kehidupan sehari-hari anak.
5.      Lingkungan pembelajaran yang inklusif mengajarkan kecakapan hidup dan gaya hidup sehat, agar peserta didik dapat menggunakan informasi yang diperoleh untuk melindungi diri dari penyakit dan bahaya. Selain itu, tidak ada kekerasan terhadap anak, pemukulan atau hukuman fisik.
Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika Pendidikan Inklusif diterapkan, penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prestasi dan kemajuan pada semua anak. Di banyak daerah di dunia dilaporkan, bahwa diperoleh manfaat pribadi, sosial, dan ekonomi dengan mendidik anak-anak usia sekolah dasar yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum. Kebanyakan siswa dengan kebutuhan khusus ini berhasil diakomodasi dengan lebih menyenangkan melalui cara yang ramah dan menghargai keragaman ini.
Adapun manfaat lingkungan pembelajaran yang inklusif adalah sebagai berikut:
1.      Manfaat bagi anak, yaitu: kepercayaan dirinya berkembang; bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya; belajar secara mandiri; mencoba memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan sehari-hari; berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru; belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan; dan anak menjadi lebih kreatif dalam pembelajaran.
2.      Manfaat bagi guru, antara lain: mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam; mampu mengatasi tantangan; mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota masyarakat, anak dan situasi yang beragam; memiliki peluang untuk menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam dan di luar sekolah; mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong peserta didik lebih proaktif, kreatif, dan kritis; memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak untuk memperoleh hasil yang positif.
3.      Manfaat bagi orangtua, antara lain: orangtua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik; mereka secara pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya pendapat mereka tentang anak; orangtua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak; orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya di rumah dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan teknik yang digunakan guru di sekolah.
4.      Manfaat bagi masyarakat, antara lain: masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran; masyarakat menemukan lebih banyak "calon pemimpin masa depan" yang disiapkan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa potensi masalah sosial, seperti: kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi; dan masyarakat menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangkah menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.

B.       Welcoming schools untuk semua anak
Ketika komunitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk meminimalkan hambatan yang dihadapi anak dalam belajar dan mempromosikan keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah, maka ini merupakan salah satu ciri dari sekolah yang ramah (Welcoming School). Welcoming School ini telah diperkuat dalam Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa “Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu institusi. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can learn), setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas proses belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan komunitas atau masyarakat.
Seperti halnya kondisi nyata di sekolah, hampir setiap kelas senantiasa ada sebagian murid dalam kelas yang membutuhkan perhatian lebih, karena termasuk ABK, seperti: hambatan penglihatan, atau pendengaran, fisik, atau mental-kecerdasan atau emosi, atau perilaku-sosial, autis dan lainnya, sehingga mereka membutuhkan akses fisik dan modifikasi kurikulum serta mengadaptasikan metode pengajarannya agar semua murid dapat menyesuaikan diri secara efektif dalam semua kegiatan sekolah.
Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman (to be save and secure), untuk mengembangkan diri (to develop a sense of self), untuk membuat pilihan (to make choices), untuk berkomunikasi (to communicate), untuk menjadi bagian dari komunitas (to be part of a community), untuk mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah (live in a changing world), untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai (to make valued contributions).
Persoalan kurikulum di Sekolah yang Ramah merupakan tantangan terbesar bagi guru-guru dan sekolah-sekolah dalam mempertahankan keikutsertaan dan memaksimalkan partisipasi semua anak. Penyesuaian kurikulum bukanlah tentang penurunan standar persyaratan ataupun membuat latihan menjadi lebih mudah bagi murid-murid yang mempunyai keterbatasan atau berkebutuhan khusus. Tetapi adaptasi kurikulum ini untuk memenuhi keanekaragaman, membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang oleh guru-guru dan bekerjasama dengan murid-murid, orang tua, rekan-rekan guru, dan staf.
Di sekolah-sekolah yang ramah, kita dapat melihat kerja dari para guru, di mana dalam kelas, mereka melakukan upaya untuk meminimalkan hambatan untuk belajar dan berpartisipasi untuk mempromosikan keikutsertaan seluruh anak di sekolah. Guru-guru sebaiknya bersikap fleksibel dalam menyusun penyesuaian kurikulum (make curriculum adjustments). Mereka merencanakan untuk semua kelas (plan for the whole class) dan menggunakan metode pengajaran alternatif (use alternative methods).
Selain itu, dalam welcoming schools senantiasa terdapat akses fisik yang baik (ensure physical access) dan para gurunya mempersiapkan diri lebih awal (prepare well ahead). Persiapan untuk pelajaran melibatkan pemikiran tentang bagaimana memastikan bahwa semua murid berpartisipasi dalam proses belajar dan bagaimana kebutuhan kurikulum dibedakan berdasarkan kebutuhan individu. Guru senantiasa memikirkan, bagaimana mengelompokkan kelas, dan materi apa yang diperlukan oleh anak didiknya. Semua ini tergantung pada konteks sekolah, ruang kelas, dan kebutuhan anak. Tindakan guru seperti ini sudah menunjukkan sikap inklusi. Kinerja guru yang inklusi salah satu indikasinya selalu berupaya untuk memperbaiki cara mengajar dan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Pada sekolah yang ramah, guru-guru menggunakan beragam metode pengajaran dan gaya presentasi untuk menjamin bahwa semua murid memperoleh keuntungan maksimal dari sekolah. Mereka sadar bahwa dengan kebutuhan pendidikan khusus, maka membutuhkan penyesuaian dan modifikasi kurikulum yang berbeda. Memanfaatkan teknologi yang ada (use available technology) dapat membantu pemahaman anak. Kita dapat melihat bahwa welcoming schools yang inklusif terlihat berbeda dari satu negara ke negara lain.
Di samping itu, guru di sekolah yang ramah bekerja untuk mengembangkan lingkungan belajar yang suportif (supportive school environtments) di dalam kelas, di sekolah dan sekitar sekolah dalam komunitasnya. Jadi pada sekolah yang ramah itu, guru senantiasa membimbing suatu generasi yang dapat menerima dan toleran terhadap siapapun yang mempunyai kebutuhan yang berbeda. Membangun kemitraan dengan orang tua dan komunitas adalah suatu proses, yang tidak dapat terjadi dalam semalam.

C.      Program dan Strategi Pembelajaran untuk Semua Anak
Untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya di kelas, maka sebaiknya kita menggunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman (differentiation) kemampuan belajar mereka yang berbeda-beda. Strategi pembelajaran ini dapat diterapkan dengan efektif melalui perubahan atau penyesuaian antara kemampuan belajar mereka dengan harapan/target, alokasi waktu, penghargaan/hadiah. tugas-tugas/pekerjaan, dan bantuan yang diberikan pada anak-anak dari masing-masing kelompok yang beragam, meskipun mereka belajar dalam satu kelas, dengan tema dan mata pelajaran yang sama. Misalnya, harapan atau target belajar matematika untuk anak kelas III SD yang cepat belajarnya (high function learners) adalah memahami dan mampu menggunakan perkalian dalam soal ceritera dengan analisisnya pada tahapan berpikir abstrak.
Sedangkan untuk anak-anak yang kemampuan belajarnya rata-rata (average performers) mempelajari perkalian hanya sampai ratusan pada tahapan semi konkrit, dan untuk anak yang lambat belajarnya (slow learners) mengenali perkalian baru sampai puluhan dengan tahapan konkrit, serta bagi anak autis mempelajari matematika sampai ratusan dengan lebih banyak memfokuskan pada keunggulan visual thinkingnya (pemahaman konsep melalui pengamatan dengan bantuan gambar, kode, label, simbol atau film dan sebagainya).
Demikian pula dalam alokasi waktu, penghargaan/hadiah. tugas-tugas/pekerjaan, dan bantuan yang diberikan juga disesuaikan dengan tahapan perkembangan belajar dari masing-masing kelompok tersebut. Jadi proses layanan pembelajarannya bukan didasarkan pada bentuk layanan sama rata, sama rasa dan disampaikan secara klasikal, tetapi diarahkan pada pembelajaran yang lebih demokratis dan proporsional sesuai dengan harapan dan target belajar dari masing-masing kelompok anak tersebut, dan proses belajar anak-anak tersebut tidak dipisahkan berdasarkan kelompok atau dipisahkan dari komunitasnya, melainkan mereka belajar bersama-sama dengan teman sebayanya di dalam kelas reguler.
Apabila program dan proses belajar anak didik disesuaikan dengan keberagaman dari setiap kelompok tersebut, maka semua anak dalam kelas yang sama itu dapat mengikuti proses belajar sesuai dengan porsinya masing-masing. Siswa yang belajarnya cepat tidak harus mendapatkan materi pelajaran dan alokasi waktu belajar yang sama dengan teman-teman sebaya pada umumnya (average group) atau sama dengan temannya yang lebih lambat belajarnya atau sama dengan temannya yang autis.
Sebelum mereka berpartisipasi dalam belajar secara penuh, anak perlu meyakini bahwa mereka bisa belajar. Untuk menumbuhkan keyakinan tersebut pada semua anak, maka mereka memerlukan reward (penghargaan, hadiah dan sejenisnya). Pemberian reward ini sangat diperlukan oleh semua anak untuk mengembangkan harga dirinya (self esteem) dan identitasnya. Khususnya buat anak-anak yang lambat belajarnya, dengan memperoleh reward pada setiap langkah selama menyelesaikan pekerjaan dan proses belajarnya, maka membuat mereka menjadi lebih percaya diri dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannnya.
Dengan kata lain, anak harus dihargai apa adanya. Mereka harus merasa aman, bisa mengekspresikan pendapatnya dan sukses dalam belajarnya. Ini membantu anak menikmati belajar dan guru bisa memperkuat rasa senang ini melalui penciptaan kelas yang lebih 'menyenangkan'. Di kelas seperti itu, harga diri anak ditingkatkan melalui reward (penghargaan/pujian); di dalam kelompok ini anak yang kooperatif dan ramah didukung; sehingga anak merasa sukses serta senang belajar sesuatu yang baru.Begitu juga bantuan dan bimbingan pada anak yang cerdas pun, tetap perlu diberikan walaupun tidak sebanyak dan seintensif yang diberikan pada anak autis dan anak-anak lain yang lebih lambat belajarnya.
Pada anak-anak autis dan yang lambat belajarnya membutuhkan bimbingan pada setiap tahapan belajarnya. Jadi, apabila strategi dan atmosfir proses belajar seperti telah dijelaskan tersebut dapat direalisasikan dengan optimal, maka dapat mengantarkan semua anak untuk mencapai proses belajar yang menyenangkan (joy of learning dan fun of learning)

D.      Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) ABK di Sekolah Dasar
Dengan model UASBN tentunya setiap siswa diwajibkan menyelesaikan semua soal untuk menguji kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang diujikan (Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA). Pada kenyataannya ketika UASBN ini dilaksanakan, siswa berkebutuhan khusus di Sekolah yang paradigmanya inklusi mengalami banyak hambatan dalam menyelesaikan soal ujiannya, karena mereka mendapatkan soal yang memiliki tingkat kesulitan dan standar kelulusan yang sama dengan anak-anak lainnya, akibatnya materi yang telah dikuasai oleh ABK tidak cukup memadai untuk menjawab soal-soal yang diujikan.
Di samping itu juga cukup dilematis bagi ABK di sekolah reguler, karena mereka tidak mungkin ikut UASBN SDLB yang secara administratif di bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi, sementara USBN SD di bawah otonomi masing-masing Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, sehingga ABK yang belajar di SD dalam setting Pendidikan Inklusif mendapatkan lembaran soal yang bobotnya sama dengan anak-anak lainnya. Padahal idealnya bahan ujiannya yang menyesuaikan pada kondisi, kompotensi, dan program belajar ABK.
Adapun dampak negatif bagi ABK yang mendapatkan soal yang tidak relevan dengan kompetensinya adalah sebagai berikut:
1.      Motivasi dan semangat mereka untuk mengikuti ujian menjadi menurun karena mendapat soal ujian yang belum dipahami.
2.      Mereka memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan soal-soal yang baru dikenalinya.
3.      Konsentrasi, atensi, dan rasa percaya diri mereka menjadi berkurang, sehingga potensi dan kemampuan belajar yang telah dikuasainya tidak dapat diwujudkan secara optimal.
4.      Peluang ABK untuk mencapai standar kelulusan relatif kecil.

1.        Hasil Belajar Siswa
Tiap kegiatan belajar harus mempunyai suatu tujuan yang perlu dinilai dengan beberapa cara. Penilaian harus menjabarkan hasil belajar; yaitu memberikan gambaran seberapa jauh siswa berhasil dalam mengembangkan serangkaian keterampilan, pengetahuan, dan perilaku selama pembelajaran dengan topik atau kurikulum yang fleksibel.
Hasil akhir untuk siswa harus berhubungan dengan apa yang dapat mereka lakukan sebelumnya dan apa yang dapat mereka lakukan sekarang. Hal ini tidak ada hubungannya dengan ujian standar yang dilakukan tiap akhir tahun ajaran. Siswa dalam kelompok usia atau kelas yang sama mungkin mempunyai setidaknya tiga tahun perbedaan dalam hal kemampuan umum dibandingkan teman-teman sebayanya dan dalam matematika bisa sampai tujuh tahun perbedaannya. Ini berarti bahwa membandingkan sesama siswa dengan menggunakan tes yang distandarisasi adalah tidak adil untuk seluruh anak (termasuk mereka yang kemampuan akademisnya jauh di bawah rata-rata kelasnya dan mereka yang kecerdasannya sangat jauh di atas teman-teman sebayanya).
Seorang guru, orangtua atau konselor harus melihat UASBN ini sebagai penilaian penting sejauh pertimbangan mereka pada peserta didiknya. Salah satu penyebab terbesar rendahnya penghargaan diri pada siswa adalah penggunaan perbandingan, khususnya di sekolah. Ujian akhir ini harus menjadi salah satu komponen penilaian komprehensif dari kemajuan siswa. Ujian ini ditujukan pada peningkatan kesadaran guru, peserta didik dan orangtua atau pembimbing tentang kemampuan siswa. Ini juga harus digunakan untuk mengembangkan strategi mencapai kemajuan selanjutnya. Kita tidak boleh menekankan pada kelemahan atau kekurangan siswa. Tapi, kita harus menayakan apa yang telah dicapai siswa dan menentukan bagaimana kita dapat membantu mereka untuk belajar lebih banyak lagi. Dengan disertai penilaian autentik dan berkelanjutan, maka guru dapat mengidentifikasi apa yang telah dipelajari dan dikuasai anak didik serta beberapa penyebab mengapa siswa tidak termotivasi belajar dan menyelesaikan soal ujian.

2.        Penilaian Berkelanjutan
Untuk menilai hasil belajar ABK tentunya tidak hanya didasarkan pada hasil UASBN, tetapi juga mempertimbangkan dari hasil penilaian berkelanjutan. Penilaian berkelanjutan dilakukan untuk mengamati secara terus menerus tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan yang dapat dikerjakan oleh siswa. Penilaian ini dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun, misalnya: awal, pertengahan, dan akhir tahun melalui: obserasi; portofolio; bentuk ceklis (keterampilan, pengetahuan, dan perilaku); tes, kuis; dan penilaian diri serta jurnal reflektif. Dengan menggunakan penilaian yang berkelanjutan, guru dapat mengadaptasi perencanaan dan pengajarannya sesuai fase perkembangan belajar siswa, sehingga semua siswa akan mendapatkan peluang untuk belajar dan sukses.







































BAB III
Penutup

Jadi dapat disimpulkan, bahwa model lingkungan pembelajaran yang inklusif tersebut dapat memotivasi guru, pengelolah/kepala sekolah, anak, keluarga dan masyarakat untuk membantu pembelajaran anak, misalnya di kelas peserta didik beserta guru bertanggungjawab kepada pembelajaran dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Belajar berkaitan dengan materi apa yang dibutuhkan dan bermakna dalam kehidupannya. Lingkungan yang inklusif, ramah terhadap pembelajaran juga mempertimbangkan kebutuhan, minat, dan keinginan kita sebagai guru.
Ini berarti memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar bagaimana mengajar yang lebih baik. Jadi model pendidikan inklusif terfokus pada setiap kelebihan yang dibawa anak ke sekolah daripada kekurangan mereka yang terlihat, dan secara khusus melihat pada bidang mana anak-anak dapat mengambil bagian untuk berpartisipasi dalam kehidupan normal masyarakat atau sekolah, atau memperhatikan apakah mereka memiliki hambatan fisik dan sosial karena lingkungan yang tidak kondusif.




























DAFTAR PUSTAKA
Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion, Education-Special Needs Education An Introduction. Oslo: Unipub forlag.
Santrock, John W. (1997). Live-Span Development. Sixth Edition. USA. Brown & Benchmark Publisher.
Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion and Enrichment, Artikel in Johnsen. Oslo: Unipub forlag.
………….., (1994). The Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities. New York : United Nations.
……………, (1994). The Salamanca Statements and Framework for Action on Special Needs Education. Paris : UNESCO.
…………….., (2001). Understanding and Responding to Children’needs in Inclusive Classroom. Perancis : UNESCO.



















MAKALAH
MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Strategi Pembelajaran
Dosen pengampu: Umi zulfa.S.Ag. M.Pd



Di susun oleh : Muhammad Taba






FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM  IMAM GHOZALI (IAIIG) CILACAP
2011







 
Design by [ Muhammad Taba ]