HUKUM GOSIP MENURUT ISLAM

BAGAIMANA HUKUM GOSIP MENURUT ISLAM ?
باب الغيبة

BAB MENGGUNJING ORANG LAIN

قال الله تعالى : يا أيها الذين آمنوا إجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقواالله إن الله تواب رحيم .

Allah Ta’ala berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu semua meneliti ( kejelekan orang lain ) dan janganlah sebagian kamu semua menggunjing sebagian yang lain, apakah salah seorang dari kamu semua suka bila memakan daging saudaranya dalam keadaan sudah mati ? maka kamu semua benci ( untuk memakan ) nya, bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menerima taubat lagi penyayang .“

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إياكم والغيبة فإن الغيبة أشد من الزنا قيل له كيف قال إن الرجل قد يزني ويتوب فيتوب الله عليه وأن صاحب الغيبة لا يغفر له حتى يغفر له صاحبه .

Rosulullah s.a.w bersabda, “ Takutlah kamu semua terhadap menggunjing ( orang lain ) karena sesungguhnya menggunjing itu lebih berat dosanya daripada berzina, Rosululloh s.a.w ditanya, mengapa begitu ? Beliau menjawab, sesungguhnya seorang laki-laki kadang-kadang berzina kemudian bertaubat maka Allah menerima taubat nya, sedangkan orang yang menggunjing ( orang lain ) tidak diampuni dosanya selama orang yang digunjing mau mengampuninya.”

( تنبيه ) أن الغيبة حرام إجماعا بل قال كثيرون إنها كبيرة وقد نقل القرطبي المفسر وغيره الإجماع على أنها من الكبا ئر لما فيها من الوعيد الشديد لكن حمله بعضهم على غيبة أهل العلم وحملة القرآن وكذا إستماعها والسكوت عليها مع القدرة على دفعها.

( Peringatan ) Sesungguhnya menggunjing orang lain haram hukumnya menurut kesepakatan ulama’, bahkan kebanyakan ulama’ berpendapat menggunjing orang lain itu dosa besar, seorang Ahli tafsir yaitu Imam Al Qurtuby dan ulama’ lainnya menukil sebuah kesepakatan ulama’ yang berpendapat sesungguhnya menggunjing orang lain itu termasuk dosa besar karena di dalamnya ada ancaman siksa yang berat, tapi sebagian ulama’ mengklasifikasikan dosa besar tersebut jika menggunjing Ahli ilmu dan orang-orang yang menghafalkan Al Quran, yang termasuk dalam kategori dosa besar juga mendengarkan pergunjingan dan diam ( pasif / tidak melarang ) terhadap pergunjingan tersebut sedangkan dia mampu untuk menolak / melarangnya.

(واعلم) أن حد الغيبة المحرمة أن تذكر ولو بنحو إشارة وكتابة حتى بالقلب غيرك الغائب المحصور المعين للسامع حيا كان أو ميتا بما يكره عرفا أن يذكر به ممن هو فيه بحضرته أو غيبته ويجب على من اغتاب أن يبادر الى التوبة بشروطها فيقلع ويندم ويستغفر للمغتاب إن يعلم بها وإلا استحله منها فإن تعذر لموته أو تعسر لغيبته استغفر الله له ولنفسه ولا يكفي تحليل وارثه . ( إرشاد العباد ص 68 - 69 )

( Ketahuilah ) Definisi menggunjing yang diharamkan itu adalah menyebut - walaupun dengan isyarat atau tulisan bahkan dengan hati- suatu kejelekan orang lain yang tidak hadir dalam pergunjingan tersebut, terbatas dan tertentu orangnya baik masih hidup atau sudah mati dihadapan orang / khalayak yang mendengarkan. Orang yang suka menggunjing wajib segera bertaubat dengan memenuhi syarat-syaratnya, yaitu berhenti menggunjing selamanya dan menyesali perbuatannya kemudian meminta ampun orang yang digunjing jika orang yang digunjing itu mengetahui dirinya digunjing, jika tidak mengetahui maka harus meminta halalnya, jika orang yang digunjing tersebut sudah mati atau sulit menemuinya maka dia harus meminta ampunan Allah untuk orang yang digunjing juga untuk dirinya, tidak cukup meminta halal dari ahli waris orang yang digunjing.






LARANGAN GOSIP – MENGGOSIP DAN MENGGUNJING BERDASARKAN AJARAN ISLAM MENURUT AL QURAN DAN HADITS NABI
Tutuplah Aib Saudaramu
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Saudariku muslimah…
Bagi kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja putri, bergunjing membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terbilang remeh, ringan dan begitu gampang meluncur dari lisan. Seolah-olah obrolan tidak asyik bila tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”.
Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”
Perbuatan seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan menekankan untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan merahasiakan aib orang lain.
Ketahuilah wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang tidak memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib manusia yang lain, maka manusia pun melupakan aib mereka.”1
Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:
Pertama: Seseorang yang tertutup keadaannya, tidak pernah sedikitpun diketahui berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka tidak boleh menyingkap dan menceritakannya, karena hal itu termasuk ghibah yang diharamkan. Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan kejelekan di kalangan orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji2 di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat….” (An-Nur: 19)
Kedua: Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan, tanpa malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain. Maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus diterangkan keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari kejelekannya. Karena bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekannya, dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerusakan, melakukan keharaman dan membuat orang lain berani untuk mengikuti perbuatannya3.
Saudariku muslimah…
Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)
Bila demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.
Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang bisa memberinya hukuman. Jika ia seorang istri maka disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir-nya (kepala sekolah). Demikian seterusnya4.
Yang perlu diingat, wahai saudariku, diri kita ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya5. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”)
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725, 1/581)
Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:
مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ
“Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”7
Karena itu saudariku… Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup celanya di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” (HR. Muslim no. 6537)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).
2 Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh dalam perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar.
3 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal. 120), Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312).
4 Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391).
5 Yakni lisannya menyatakan keimanan namun iman itu belum menancap di dalam hatinya.
6 Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aib/cacat atau cela dan kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia. (Tuhfatul Ahwadzi)
7 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2032
8 Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutupnya aib si hamba di hari kiamat, ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan menutup kemaksiatan dan aibnya dengan tidak mengumumkannya kepada orang-orang yang ada di mauqif (padang mahsyar). Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghisab aibnya dan tidak menyebut aibnya tersebut.” Namun kata Al-Qadhi, sisi yang pertama lebih nampak karena adanya hadits lain.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/360)
Hadits yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ
“Sesungguhnya (di hari penghisaban nanti) Allah mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin (sehingga penghisabannya tersembunyi dari orang-orang yang hadir di mahsyar). Allah berfirman: ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan? Apakah engkau tahu dosa itu yang dulunya di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin menjawab: ‘Iya, hamba tahu wahai Rabbku (itu adalah dosa-dosa yang pernah hamba lakukan).’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosanya dan ia memandang dirinya akan binasa karena dosa-dosa tersebut, Allah memberi kabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini, dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com
LARANGAN GOSIP – MENGGOSIP DAN MENGGUNJING BERDASARKAN AJARAN ISLAM MENURUT AL QURAN DAN HADITS NABI

 
Design by [ Muhammad Taba ]